Saturday, July 30, 2011

Informasi dan Registrasi

Ajang Lari "Lemongan Conservation Run"
Sebuah ajang lari yang dilakukan secara swadaya (dari kita, oleh kita dan untuk kita) dengan tujuan untuk konservasi Gunung Lemongan. Penanaman pohon dan penggalangan dana juga akan dilakukan sebagai bagian dari upaya konservasi. Harapannya agar acara serupa dapat dilakukan di tempat lain supaya bumi kita semakin hijau :)

Waktu
Minggu, 13 November 2011
Jam 08.00-17.00

Tempat
Ranu Klakah, Lumajang, Jawa Timur, Indonesia

Penanaman Pohon dan Penggalangan Dana
Peserta bersama-sama akan menanam pohon yang telah tersedia dan menggalang dana untuk konservasi Gunung Lemongan.

Jalur
1. Ranu Lemongan/Klakah-Padepokan Mbah Citro-Posko Konservasi Laskar Hijau-Puncak Gunung Lemongan-Ranu Pakis-Ranu Lemongan/Klakah (Lintasan Panjang)
2. Ranu Lemongan/Klakah-Padepokan Mbah Citro-Posko Konservasi Laskar Hijau-Ranu Pakis-Ranu Lemongan/Klakah (Lintasan Pendek)

Jarak dan Waktu Tempuh
1. Lintasan Panjang: 20 Km / 6 jam (estimasi waktu saat jogging dan trekking)
2. Lintasan Pendek: 10 Km / 2 jam (estimasi waktu saat jogging)

Ketinggian
Kita akan berlari pada ketinggian mulai dari 250 dpl (Ranu Klakah/Lemongan) sampai 1671 dpl (Puncak Gunung Lemongan).

Cuaca
Bulan November bertepatan dengan musim hujan dan waktu yang tepat untuk menanam pohon agar cukup air dan dapat terus tumbuh. Untuk itu jaket hujan menjadi perlengkapan penting bagi setiap peserta.

Makanan dan Minuman
Peserta disarankan untuk mempersiapkan makanan dan minuman masing-masing atau membelinya di lokasi acara.

Kriteria Peserta
Selain kawan-kawan yang akan menjajal lintasan dengan berlari, kami turut mengundang setiap insan yang gemar jalan kaki, olahraga lintas alam, bersepeda, pecinta alam dan mereka yang peduli kelestarian lingkungan.

Registrasi
Demi kelancaran persiapan acara, peserta diharapkan melakukan registrasi mulai dari sekarang hingga 1 November 2011.
Silahkan isi formulir registrasi:
https://spreadsheets.google.com/spreadsheet/embeddedform?formkey=dG5kUWF3WFc4VnA5b3hxc1JlelJkX0E6MQ

Kontribusi Dari Peserta
Dari setiap pohon yang ditanam, peserta dapat berkontribusi dana secara sukarela berapapun itu nilainya.

Airport (International Airport di Indonesia)
Airport terdekat menuju Klakah, Lumajang adalah Juanda International Airport di Surabaya.

Surabaya ke Lumajang
Hanya dapat dilakukan melalui jalur darat dengan:
- Travel: Dari Juanda International Airport ke Klakah, Lumajang (waktu tempuh: 3 jam).
- Rent Car: Dari Juanda International Airport ke Klakah, Lumajang (waktu tempuh: 3 jam).
- Bis: Dari Terminal Bungurasih/Purabaya ke Klakah, Lumajang (waktu tempuh: 3,5 jam).

Penginapan
1. Hotel Ranu Klakah (di lokasi start): Rp. 50.000/kamar
2. Hotel Maharaja (2 km dari lokasi start): Rp. 75.000-200.000/kamar

Organizer
Laskar Hijau
Jalan Linduboyo 139, Klakah
Lumajang, Jawa Timur
Indonesia

Praxis
Jalan Salemba Tengah 39 BB
Jakarta Pusat

Contact Person
A'ak Abdullah Al-Kudus (Laskar Hijau): 628155900037 (08155900037)
Ray Mundo (Praxis): 628151668051 (08151668051)
E-mail: lemonganrace@gmail.com
Blog: http://lemonganconservationrun.blogspot.com
Facebook: LemonganConservation Run
Twitter: lemonganconserv

Read More..

Gunung Lemongan dan Laskar Hijau

Gunung Lemongan (1671 dpl) terletak di Klakah, Lumajang, Jawa Timur, Indonesia, merupakan pilar ekosistem yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya, terutama terkait dengan kelestarian sumber mata air bagi sekitar 9 ranu (1) di sekitar gunung tersebut. Ranu-ranu tersebut adalah Ranu Lemongan, Ranu Bedali, Ranu Pakis, Ranu Lading, Ranu Kembar, Ranu Glébég, Ranu Agung, dan Ranu Segaran. Ranu-ranu tersebut belum termasuk Ranu Wurung (2) dan mata air di sekitar Gunung Lemongan yang jumlahnya tak terhitung secara pasti.

Ranu-ranu tersebut selama ini menjadi tumpuan hajat hidup orang banyak, terutama untuk pemenuhan kebutuhan air bersih dan irigasi bagi masyarakat yang mayoritas keturunan Madura, khususnya di 3 kecamatan di Kabupaten Lumajang dan 2 kecamatan di Kabupaten Probolinggo, yakni Kecamatan Ranuyoso, Klakah, Randuagung, Tiris, dan Krucil. Sebagai contoh, Ranu Lemongan di Desa Tegalrandu sampai saat ini mampu mengairi sekitar 620 hektare areal persawahan di wilayah Kecamatan Klakah. Sumber mata air di Ranu Bedali mampu mengalirkan berkubik-kubik air minum melalui pipa-pipa milik PDAM ke masyarakat Kecamatan Ranuyoso, Kecamatan Klakah, hingga Kecamatan Kedungjajang. Di Ranu Pakis mengapung ratusan petak tambak milik masyarakat untuk pembudidayaan ikan nila dengan nilai omzet tak kurang dari Rp 2 miliar per tahun. Di Ranu Lading, para nelayan menebarkan jala dari atas rakit untuk menangkap ikan sebagai nafkah bagi keluarga mereka. Di sudut lainnya anak-anak berlompatan riang menikmati mandi yang segar bersama teman-temannya, sementara para perempuan mencuci pakaian di tepian aliran sungainya.

Singkat kata, kelestarian ekosistem di Gunung Lemongan sangat vital bagi kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya. Namun sayang, saat ini kondisi alam di Gunung Lemongan sangat memprihatinkan. Sekitar 6.000 hektare areal Green Belt yang seharusnya dalam kondisi hijau, kini gundul. Bukit dan lerengnya meranggas, hanya ditumbuhi ilalang serta tanaman perdu. Kondisi ini terjadi sejak 1998-2002 karena illegal logging. Upaya menggoyang kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia pada saat itu oleh sekelompok elite politik berdampak pula terhadap perusakan hutan secara besar-besaran di Jawa Timur: mulai sepanjang Banyuwangi hingga Pacitan.

Statemen Gus Dur ”Hutan untuk Rakyat” telah dipelintir sedemikian rupa oleh rival politiknya untuk menimbulkan situasi chaos di masyarakat. Terbukti cara tersebut berhasil menggerakkan sekelompok masyarakat (yang juga ditunggangi aparat pemerintah dan penegak hukum, juga pengusaha) untuk menebang hutan secara membabi buta dengan dalih perbuatan mereka telah sesuai dengan perintah Gus Dur selaku presiden saat itu. Alas we’e negoro, sing butuh kayu neghoro (hutan milik negara, yang butuh kayu tebanglah). Serangkai kalimat tersebut bagai mantra yang mampu menghipnotis sebagian masyarakat untuk berangkat ke hutan memanggul kapak dan gergaji menebangi setiap pohon yang mereka temui tanpa pandang bulu. Habislah sebagian besar hutan di Jawa Timur, termasuk hutan di Gunung Lemongan.

Fakta mengenaskan dari insiden brutal tersebut saat ini adalah mulai banyak mata air yang mati di sekitar Gunung Lemongan dan setiap kali turun hujan selalu menyisakan titik longsor di tebing dan lereng gunung bak guratan luka di wajah si rupawan. Di Kecamatan Klakah mulai banyak petani yang gagal panen karena sawahnya kekurangan air akibat suplai irigasi dari Ranu Lemongan berkurang drastis. Debit air di Ranu Lemongan turun hingga 4 meter. Dari 30 titik mata air, sekarang hanya tersisa 4 mata air yang masih mengalirkan air. Dari desa sebelah ada kabar 2 lelaki tewas mengenaskan karena carok4 untuk memperebutkan air irigasi bagi sawahnya. Tak terhitung lelaki dan perempuan meninggalkan sawah mereka untuk berangkat menjadi buruh migran ke Malaysia dan Arab Saudi, karena sawah mereka sudah tak menjanjikan apa-apa lagi.

Di jalan-jalan sekarang mulai marak becak yang mengangkut puluhan jerigen berisi air bersih untuk dijajakan kepada warga, karena pipa PDAM sekarang tak lagi lancar mengalirkan air minum dari Ranu Bedali dan Sumber Wringin akibat kian kecilnya debit air. Di Ranu Pakis banyak tambak ikan nila yang gulung tikar karena hasil panen kurang bagus akibat sirkulasi air di Ranu Pakis sangat buruk. Kandungan oksigen di dalam air berkurang dan mengakibatkan banyak ikan mati. Di Ranu Lading tak terdengar lagi kejungan5 nelayan yang lantang namun merdu mengiring tebaran jala dan kayuhan rakit bambu. Mereka telah lama menggantungkan jala di dinding dapur karena sudah jarang sekali mendapatkan ikan. Kalaupun mendapat ikan, cenderung tidak sehat, daging tipis, kepala besar, dan ditampik calon pembeli di pasar. Anak-anak tak lagi bisa berenang bebas ke tengah ranu karena mulai banyak tumbuhan sejenis ganggang yang mengganggu gerak renang mereka, selain karena airnya pun mulai keruh dan menyebabkan gatal-gatal.

Hijau rimbun hutan belantara di Gunung Lemongan beserta kicau burung dan suara satwa liarnya, bening air di ranu dan sungai-sungainya beserta kecipak ikan dan udang, hilang dalam waktu sekejap bersamaan dengan hilangnya tawa riang anak-anak di tepi Ranu Lemongan. Masyarakat sedih atas kondisi ini. Tak sedikit pula yang menyesal akibat keterlibatan mereka menebang pohon hanya demi upah sedikit uang. Kini tak ada yang tahu siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kondisi ini. Tak ada pula dari pihak berwenang yang mau mengatasi kondisi ini. Gunung Lemongan terlantar mengenaskan bagai seonggok batu.


Lahirnya Gerakan Konservasi Laskar Hijau
Terpuruknya ekosistem di Gunung Lemongan menggugah sekelompok masyarakat untuk melakukan gerakan konservasi guna mengatasi kondisi tersebut. Dimulai tahun 2005 kelompok tanpa nama ini melakukan penghijauan di sekitar Ranu Lemongan di areal seluas 10 hektare. Mereka menanami tepian ranu yang mulai gundul dengan beragam jenis pohon buah dan beragam jenis pohon penahan air seperti gayam, johar, dan bambu. Karena tepian Ranu Lemongan sudah dianggap penuh pepohonan, sejak akhir tahun 2008 gerakan penghijauan mulai diarahkan ke Gunung Lemongan, khususnya di areal Green Belt seluas sekitar 6.000 hektare. Namun, karena demikian luas areal yang perlu dihijaukan kembali, maka gerakan penghijauan tidak bisa dilakukan secara insidentil seperti di Ranu Lemongan selama ini. Gerakan penghijauan di Gunung Lemongan harus dilakukan secara intens dan terencana. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pada 28 Desember 2008 dibentuk tim kerja pelaksana gerakan penghijauan tersebut dengan nama Laskar Hijau. Program utama organsisasi ini adalah melakukan penghijauan di Gunung Lemongan setiap hari Minggu.

Organisasi ini bersifat nirlaba dan berjiwa kerelawanan serta menjunjung tinggi semangat kemandirian, gotong-royong, keterbukaan, dan kesetaraan. Visi organisasi ini mengembalikan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, khususnya di Gunung Lemongan, karena mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan, dalam bentuk laku kerja penghijauan dengan
konsep hutan setaman. Organisasi ini tidak berafiliasi dengan organisasi apa pun, apalagi dengan partai politik seperti Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang yang juga memiliki unit kerja bernama Laskar Hijau. Kesamaan nama organisasi ini semata kebetulan.

Sampai titik ini, organisasi ini belum memiliki struktur pengurus, apalagi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Organisasi ini lebih mengedepankan bangunan kultur terlebih dahulu sebelum membangun struktur. Semua yang bergabung dalam organisasi ini berstatus sebagai relawan. Jika diperlukan sistem koordinasi untuk sebuah kegiatan, akan dibentuk koordinator yang bersifat ad-hoc yang masa kerjanya akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kegiatan tersebut. Para relawan organisasi ini sebagian besar warga sekitar hutan yang mayoritas berprofesi sebagai petani dan pekebun, bukan orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan bukan dari kalangan dengan status sosial mapan.

Penghijauan yang dilakukan Laskar Hijau setiap hari Minggu tersebut terfokus pada areal Green Belt Gunung Lemongan. Penghijauan ini berkonsep ”Hutan Setaman”, artinya dalam tiap jengkal tanah ditanami beragam jenis tanaman. Jenis tanaman yang ditanam sebagian besar beragam tanaman buah, dengan maksud agar masyarakat yang selama ini bermata pencaharian di hutan (seperti pencari kayu, pembuat arang, pemburu satwa liar, dan pencari belerang) tidak perlu lagi merusak hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi cukup dengan memetik buah-buahan yang tersedia dan berlimpah di hutan yang dibangun Laskar Hijau dengan syarat tidak boleh menebang pohonnya. Jenis pohon buah ditanam adalah durian, mangga, rambutan, jambu, manicu, bisbul, klengkeng, sirsak, sawo, manggis, sukun, nangka, alpukat, langsep, duku, dan beberapa jenis lainnya.
Selain tanaman pohon buah, juga ditanami beragam jenis tanaman langka dan tanaman konservasi yang berfungsi efektif sebagai penangkap air, penahan erosi, penyerap karbondioksida serta produsen oksigen. Sebagai contoh tanaman bambu mampu memproduksi oksigen hingga 82%.

Adapun target penghijauan di Gunung Lemongan ini -dengan kondisi Laskar Hijau seperti sekarang- diharapkan mencapai 300 hektare per tahun. Artinya, untuk menuntaskan menanami serta merawat tanaman di areal 6.000 hektare hingga tanaman tersebut diyakini dapat hidup dan berkembang dengan baik, dibutuhkan waktu 15 tahun hingga 20 tahun. Sepanjang tahun itu para relawan mengikrarkan diri untuk fokus dan intens di Gunung Lemongan.

Untuk mempermudah pemantauan dan perawatan tanaman sehari-hari, Laskar Hijau mendirikan Posko Konservasi Gunung Lemongan di lereng sisi barat pada ketinggian 600 meter dpl. Di sekitar posko ini -di luar jadwal penghijauan- para relawan juga memanfaatkan sebagian lahan yang tidak produktif untuk ditanami tanaman pangan seperti jagung, singkong, ketela rambat, kacang tanah, dan sayur-mayur untuk mendukung kebutuhan logistik mereka. Posko ini sudah seperti rumah kedua bagi para relawan Laskar Hijau. Sebab, waktu mereka sehari-hari lebih banyak dihabiskan di tempat ini. Bahkan, ada yang menginap di tempat ini dengan meninggalkan anak dan istri dan pulang ke rumah seminggu sekali. Di tempat ini pula direncanakan memelihara beberapa ekor kambing untuk memenuhi kebutuhan pupuk kandang. Juga akan dijadikan areal pembibitan tambahan
jika memungkinkan untuk mendapatkan air dari sumur yang sekarang sedang dalam proses penggalian.


Bibit Pohon Dari Tong Sampah
Penghijauan untuk areal seluas 6.000 hektare tentu membutuhkan banyak sekali bibit pohon, bisa jutaan bibit pohon yang dibutuhkan. Dari mana Laskar Hijau yang notabene tidak didukung pendanaan dari siapa pun ini mampu menyediakannya? Jawaban yang pertama adalah dari tong sampah.

Pada hari-hari tertentu, para relawan Laskar Hijau mempunyai jadwal menyusuri setiap tempat sampah di pasar-pasar dan perkampungan untuk mengumpulkan biji-bijian buah yang banyak dan beragam jenis namun terabaikan fungsinya. Jika musim durian, mereka menyusuri tempat sampah para pedagang durian di wilayah Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, hingga Malang. Sedangkan biji mangga, rambutan, kelengkeng, salak, sawo, nangka, dan sirsak mudah didapat dari tempat sampah di perkampungan sekitar. Khusus biji buah alpukat, tempat sampah yang paling prospektif adalah milik para pedagang es campur. Banyak pula biji buah-buahan yang didapatkan dari pemberian warga yang menjadi pasien akupunktur Laskar Hijau atau dari warga yang peduli terhadap kegiatan mereka. Juga dari pemberian kawan serta relasi dari berbagai kalangan.

Bibit pohon yang dikembangbiakkan Laskar Hijau, selain bibit pohon buah-buahan khususnya buah lokal, dikembangkan pula bibit tanaman penahan air, juga tanaman yang mulai langka dan aneka jenis bambu, khususnya bambu petung (Dendrocalamus Asper), jajang hitam (Gigantochloa Atroviolacea Wijaya), dan bambu andong besar (Gigantochloa Pseudoarundinacae).

Jawaban kedua soal sumber bibit pohon penghijauan ialah dari hasil kerja sama pembibitan dengan masyarakat. Salah satu kerja sama pembibitan yang pernah dilakukan Laskar Hijau adalah dengan siswa Sekolah Dasar Negeri Ranuyoso 03 di Lumajang dan SDN Tigasan Wetan 04 di Probolinggo. Model kerja sama pembibitan yang dibangun adalah Laskar Hijau menyumbangkan sejumlah polly bag ke sekolah-sekolah, sedangkan pihak sekolah mewajibkan siswa mengumpulkan biji buah-buahan di rumah dan selanjutnya melakukan pembibitan di sekolah pada jam pelajaran keterampilan dan jam kosong pelajaran. Pelajaran pembibitan ini selain untuk membantu Laskar Hijau menyediakan bibit pohon yang akan ditanam di Gunung Lemongan, juga untuk menumbuhkan rasa cinta lingkungan terhadap generasi muda. Hasilnya luar biasa! Tiap-tiap sekolah bisa menghasilkan 10.000 bibit pohon buah per tahun. Bayangkan jika pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan mewajibkan setiap sekolah melakukan pembibitan seminggu sekali, tentu akan didapat jutaan bibit per tahun. Hal tersebut akan menghemat anggaran belanja daerah untuk pengadaan bibit pohon yang platform harganya selama ini sangat tinggi dan boros dana. Bisa dibayangkan, untuk setiap pengadaan bibit pohon selama ini harganya sekitar Rp 5.000 hingga Rp 10.000, maka berapa miliar rupiah dana APBD yang bisa dihemat oleh pemerintah daerah dengan model pembibitan tersebut? Laskar Hijau memiliki lokasi pembibitan di pinggir aliran Sungai Ranu Lemongan seluas 2.500 meter2. Lahan ini hasil sewa dari penduduk dengan harga sewa Rp 1.500.000 per tahun. Di lahan ini juga disediakan 1 unit Green House ukuran 4x10 meter untuk kebutuhan pembibitan. Sebagian tanahnya
juga dimanfaatkan sebagai kolam ikan sebagai upaya mulai membangun pendanaan mandiri.

(1) Ranu adalah Danau Vulkanik yang sumber mata airnya bukan dari bawah tanah melainkan dari atas/dari sumber mata air yang berasal dari tangkapan air hujan.
(2) Ranu Wurung adalah istilah untuk Ranu yang tidak digenangi air. Kalaupun ada sangat kecil debitnya.

Tulisan: A'ak Abdullah Al-Kudus (Laskar Hijau)
Foto: Laskar Hijau

Read More..